Hari Sabtu (20/3/2010), sebuah ledakan keras dan serentetan tembakan mengejutkan para pengunjung Hotel Ciputra, Semarang. Sebagian besar tamu sedang sarapan. Hotel berbintang empat di pusat kota Semarang itu diserang sekelompok teroris bertopeng. Belasan orang disandera, baik di lobi hotel maupun di ruang restoran.
Tentu saja semua itu adalah adegan latihan gabungan penanggulangan aksi teror yang sedang getol dijalankan bersama oleh polisi dan tentara kita. Seluruh kawasan Simpang Lima, Semarang, ditutup untuk umum demi kesuksesan latihan. Dalam waktu singkat, polisi dan tentara bersenjata lengkap mengepung dan menyerbu hotel, termasuk ada prajurit yang diterjunkan dari helikopter ke atap hotel.
Salah satu ”teroris” di restoran kemudian ”ditembak” oleh pasukan antiteror dan terkapar dengan bersimbah darah di bagian dada (kalau diperhatikan lebih saksama sih ”darah” itu seperti selai stroberi yang dioles-oleskan di dada ”teroris”, he-he-he). Setelah melumpuhkan ”teroris” ini, pasukan pun kemudian menyelamatkan sandera ke luar hotel. Sementara itu, sang ”teroris” yang diperankan oleh seorang prajurit Kodam IV Diponegoro, sebut saja bernama Kopral Jono (bukan pangkat dan nama sebenarnya), ditinggalkan terkapar di tengah-tengah restoran yang penuh tamu dan sedang berlalu lalang mengambil makanan. Sesekali ada yang berhenti memotret ”teroris” malang ini.
Untuk menjiwai perannya, Jono benar-benar memejamkan mata seperti orang mati selama beberapa menit. Namun, sampai hampir setengah jam dan polisi sudah membersihkan lokasi latihan di lobi dan meninggalkan hotel, Jono seperti dilupakan. Sampai akhirnya ia dibangunkan oleh pelayan hotel. ”Mas, bangun. Mas, sudah selesai tuh. Teman-temannya sudah pulang,” kata seorang pelayan sambil jongkok di samping Jono yang masih terpejam (mungkin ketiduran).
Begitu dibangunkan, Jono langsung meloncat sambil celingak-celinguk. Semua peserta latihan sudah pergi. Korban lain di lobi pun sudah diangkut dengan ambulans. ”Lho, aku kok ra ono sing methuk ki piye? (Lho, aku kok enggak ada yang jemput nih gimana?),” seru Jono yang disambut derai tawa pengunjung restoran. ”Ikut sarapan dulu aja, Mas. Kok kasihan, sih,” tutur salah seorang pengunjung.
Untung saja hanya latihan. Coba kalau beneran, bakal jadi masalah besar.
Sumber : Kompas
Tentu saja semua itu adalah adegan latihan gabungan penanggulangan aksi teror yang sedang getol dijalankan bersama oleh polisi dan tentara kita. Seluruh kawasan Simpang Lima, Semarang, ditutup untuk umum demi kesuksesan latihan. Dalam waktu singkat, polisi dan tentara bersenjata lengkap mengepung dan menyerbu hotel, termasuk ada prajurit yang diterjunkan dari helikopter ke atap hotel.
Salah satu ”teroris” di restoran kemudian ”ditembak” oleh pasukan antiteror dan terkapar dengan bersimbah darah di bagian dada (kalau diperhatikan lebih saksama sih ”darah” itu seperti selai stroberi yang dioles-oleskan di dada ”teroris”, he-he-he). Setelah melumpuhkan ”teroris” ini, pasukan pun kemudian menyelamatkan sandera ke luar hotel. Sementara itu, sang ”teroris” yang diperankan oleh seorang prajurit Kodam IV Diponegoro, sebut saja bernama Kopral Jono (bukan pangkat dan nama sebenarnya), ditinggalkan terkapar di tengah-tengah restoran yang penuh tamu dan sedang berlalu lalang mengambil makanan. Sesekali ada yang berhenti memotret ”teroris” malang ini.
Untuk menjiwai perannya, Jono benar-benar memejamkan mata seperti orang mati selama beberapa menit. Namun, sampai hampir setengah jam dan polisi sudah membersihkan lokasi latihan di lobi dan meninggalkan hotel, Jono seperti dilupakan. Sampai akhirnya ia dibangunkan oleh pelayan hotel. ”Mas, bangun. Mas, sudah selesai tuh. Teman-temannya sudah pulang,” kata seorang pelayan sambil jongkok di samping Jono yang masih terpejam (mungkin ketiduran).
Begitu dibangunkan, Jono langsung meloncat sambil celingak-celinguk. Semua peserta latihan sudah pergi. Korban lain di lobi pun sudah diangkut dengan ambulans. ”Lho, aku kok ra ono sing methuk ki piye? (Lho, aku kok enggak ada yang jemput nih gimana?),” seru Jono yang disambut derai tawa pengunjung restoran. ”Ikut sarapan dulu aja, Mas. Kok kasihan, sih,” tutur salah seorang pengunjung.
Untung saja hanya latihan. Coba kalau beneran, bakal jadi masalah besar.
Sumber : Kompas
0 tanggapan:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda disini