Wujudnya masih berupa rancangan. Namun, rancangan peraturan menteri atau RPM tentang Konten Multimedia ini sudah menuai kontroversi, terutama dari kalangan bloger dan penyedia situs internet.
Kementerian Komunikasi dan Informasi menilai RPM ini tidak semenakutkan seperti yang dipikirkan banyak pihak. Bahkan, hal ini dinilai sangat longgar. Humas Kemenkominfo Gatot S Dewo Broto mengatakan bahwa peraturan tidak berlaku kaku. Mengapa?
"Yang dibidik bukanlah bloger atau media atau facebookers. Yang kami bidik adalah penyelenggara internet," tuturnya kepada Kompas.com, Selasa (16/2/2010).
Dari pembicaraan dengan Gatot, penyelenggara yang dimaksud mengarah pada internet service provider atau penyedia layanan internet. Menurutnya, penyedia layanan internet seharusnya bisa memberikan peringatan kepada penggunanya untuk memanfaatkan situs-situs yang ada dengan baik dan beretika dengan sistem blocking.
Gatot mengatakan, para penyelenggara inilah yang akan terkena teguran atau sanksi administratif dari pemerintah nantinya. Itu pun, lanjutnya, dilakukan hanya jika ada laporan atau dilihat berdasarkan pada rekam jejak si penyelenggara selama satu tahun dalam menindaklanjuti aduan yang direkomendasikan oleh Tim Konten Multimedia.
Khusus untuk situs-situs berita online dan blog, Gatot mengatakan tidak ada pencabutan izin atau pemberangusan. Jika ditemukan konten yang akhirnya dinilai melanggar RPM, maka hanya berita atau artikel terkait saja yang akan "dipaksa" untuk dihapus atau turun tayang.
Ia mengatakan, tak ada pula hukuman pidana. Yang ada hanya sanksi administratif sesuai dengan pelanggarannya. "Itu pun harus ada keputusan yang mengikat secara hukum dari pengadilan," katanya. "Ini longgar sekali, kok," lanjutnya.
Sebelumnya, ia mengatakan bahwa dasar penyusunan RPM ini bukan upaya penyensoran terhadap konten. Pemerintah mengatur batasan terhadap konten yang ditayangkan dan menetapkan larangan, seperti pornografi, SARA, kekerasan, dan hal yang melanggar kesusilaan. Konten dimaksud hanya bisa diblokir jika ada pengaduan atau laporan.
(Kompas.com)
Kementerian Komunikasi dan Informasi menilai RPM ini tidak semenakutkan seperti yang dipikirkan banyak pihak. Bahkan, hal ini dinilai sangat longgar. Humas Kemenkominfo Gatot S Dewo Broto mengatakan bahwa peraturan tidak berlaku kaku. Mengapa?
"Yang dibidik bukanlah bloger atau media atau facebookers. Yang kami bidik adalah penyelenggara internet," tuturnya kepada Kompas.com, Selasa (16/2/2010).
Dari pembicaraan dengan Gatot, penyelenggara yang dimaksud mengarah pada internet service provider atau penyedia layanan internet. Menurutnya, penyedia layanan internet seharusnya bisa memberikan peringatan kepada penggunanya untuk memanfaatkan situs-situs yang ada dengan baik dan beretika dengan sistem blocking.
Gatot mengatakan, para penyelenggara inilah yang akan terkena teguran atau sanksi administratif dari pemerintah nantinya. Itu pun, lanjutnya, dilakukan hanya jika ada laporan atau dilihat berdasarkan pada rekam jejak si penyelenggara selama satu tahun dalam menindaklanjuti aduan yang direkomendasikan oleh Tim Konten Multimedia.
Khusus untuk situs-situs berita online dan blog, Gatot mengatakan tidak ada pencabutan izin atau pemberangusan. Jika ditemukan konten yang akhirnya dinilai melanggar RPM, maka hanya berita atau artikel terkait saja yang akan "dipaksa" untuk dihapus atau turun tayang.
Ia mengatakan, tak ada pula hukuman pidana. Yang ada hanya sanksi administratif sesuai dengan pelanggarannya. "Itu pun harus ada keputusan yang mengikat secara hukum dari pengadilan," katanya. "Ini longgar sekali, kok," lanjutnya.
Sebelumnya, ia mengatakan bahwa dasar penyusunan RPM ini bukan upaya penyensoran terhadap konten. Pemerintah mengatur batasan terhadap konten yang ditayangkan dan menetapkan larangan, seperti pornografi, SARA, kekerasan, dan hal yang melanggar kesusilaan. Konten dimaksud hanya bisa diblokir jika ada pengaduan atau laporan.
(Kompas.com)
0 tanggapan:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda disini