PSSI memastikan bubarnya klub yang berkompetisi di Liga Premier Indonesia (LPI). Semua klub kini masuk dalam kompetisi resmi PSSI yang sedang disusun oleh kepengurusan baru.
Ketua PSSI, Djohar Arifin Husin mempersilahkan pada klub LPI untuk segera melebur dengan klub liga di sisa waktu menjelang tenggat pendaftaran klub professional. "Sudah dipastikan tidak ada lagi LPI dan klubnya akan segera bergabung dengan klub di bendera PSSI," katanya di Jakarta Jumat (12/8).
Menurut Djohar, dengan bergabungnya LPI ke klub liga, maka akan memperbesar kemungkinan munculnya klub professional di Indonesia. Dengan itu, lanjut dia, PSSI bisa meningkatkan mutu kompetisi baik di strata utama maupun strata kedua. "Makin banyak klub, makin bagus. Kami sendiri yakin solusi ini akan sukses meningkatkan mutu sepak bola di daerah," tuturnya.
Kini masing-masing klub LPI dipersilahkan untuk mencari klub yang akan menjadi induk semang. Dari informasi yang didapat Republika, sejumlah klub menemukan kata sepakat soal merger, di antaranya Persela Lamongan dengan Real Mataram.
Kedua klub sepakat tetap menggunakan nama Persela Lamongan sebagai identitas klub. Namun sepekulasi lain menyebut, klub LPI akan mengincar klub-klub gurem untuk diambil alih kepemilikannya. Sejumlah klub gurem yang notabene tim kabupaten itu sendiri tidak punya pilihan lain selain menerima pinangan LPI.
Kondisi ini menguntungkan klub LPI yang bisa mempertahankan jati dirinya dan bisa menghapus identitas klub-klub gurem yang akan dijadikan mitra. Terkait merger ini, PSSI belum bisa memastikan siapa saja yang telah melakukan kesepakatan. Kepastian baru diperoleh pada 25 Agustus, yang merupakan batas akhir pendaftaran klub professional.
"Di tanggal itu baru lah kita bisa lihat, klub-klub mana saja yang sudah memenuhi syarat ikut kompetisi," ujar Ketua Bidang Kompetisi PSSI, Sihar Sitorus.
Saat ini, Sihar beserta satgas verivikasi klub bentukan PSSI, sedang melakukan proses penilaian klub mana yang layak mengikuti kompetisi. Dalam proses penilaian ini kritik mulai menerpa satgas. Anggota satgas yang tidak memiliki lisensi AFC dinilai tidak memiliki wewenang untuk menilai mana klub yang pantas atau tidak sesuai dengan standar Federasi Sepak Bola Asia itu.
Menanggapi kritik yang mendera satgas, Sihar menjelaskan, bahwa satgas hanya melakukan apa yang diamanatkan AFC dalam pertemuannya dengan PSSI pekan lalu. Prasyarat yang diminta AFC dalam penilaian, kata Sihar, sudah tertera dalam formulir yang kini dipegang satgas. "Jadi kami ini menjalankan saja apa yang sudah disyaratkan AFC," ungkapnya.
Sejumlah hal yang menjadi syarat penilaian di antaranya deposit klub yang mencapai Rp 5 miliar, pemasukan dari tiket, kontrak pemain, serta kelengkapan surat klub. "Rasanya untuk melihat kontrak pemain, deposito klub, atau surat badan hukum klub di Kemenkum HAM, tidak perlu lisensi AFC. Kami hanya memastikan saja prasyarat AFC itu," bebernya.
Setelah dipastikan kelengkapan surat, lanjut Sihar, barulah surat klub-klub itu diserahklan ke AFC. "Dari formulir itu kan bisa ternilai mana yang memenuhi syarat mana yang tidak. Kalaupun takut ada yang tidak fair, kan AFC melakukan penilaian juga," pungkasnya.