Melihat foto-foto bangkai
pesawat Boeing 737-700 berserakan di aspal landasan pacu Bandar Udara Gustavo Rojas Pinilla di Pulau San Andres, Kolombia, tak seorang pun menyangka akan ada penumpang selamat dari kecelakaan separah itu. Pesawat tersebut jatuh pada Senin (16/8/2010) pukul 01.49.
Badan
pesawat, yang dioperasikan maskapai Aerovias de Integracion Regional SA (Aires), terbelah tiga. Potongan bagian hidung dan ekor
pesawat menghadap ke arah berlawanan. Mesin pesawat dan roda pendarat patah dan lepas serta puing-puing pesawat berserakan hingga sepanjang 100 meter di landasan pacu tersebut.
Akan tetapi, dari 131 penumpang, hanya satu korban meninggal dunia, yakni Amar Fernandez de Barreto, seorang penumpang perempuan berusia 70-an tahun. Kematian Barreto pun tidak disebabkan luka akibat benturan, tetapi serangan jantung. ”Ini sungguh luar biasa. Dengan skala kecelakaan seperti itu, seharusnya ada lebih banyak lagi korban,” tutur Dr Robert Sanchez, Direktur Rumah Sakit Amor de Patria, tempat sekitar 99 korban luka-luka dilarikan.
Kantor berita CNN melaporkan, total ada 124 orang yang luka-luka dan harus dirawat di dua RS di San Andres. Mereka ditemukan dalam kondisi berserakan di aspal landasan yang gelap gulita, di antara reruntuhan pesawat, saat tim penyelamat tiba di lokasi kecelakaan.
Namun, dari jumlah itu, hanya lima orang yang luka serius. Enam orang lagi, termasuk seorang bayi laki-laki berusia 18 bulan, bahkan ditemukan dalam keadaan sehat walafiat, tak terluka sedikit pun. Tak pelak lagi, semua orang langsung menganggap keajaiban terjadi. Gubernur San Andres Pedro Gallardo menegaskan, ”Hanya tangan Tuhan yang mencegah jatuhnya korban tewas. Kita harus berterima kasih kepada Tuhan.”
Meski demikian, beribu pertanyaan masih menggantung, apa yang sesungguhnya terjadi pada pesawat Boeing itu sehingga tiba-tiba jatuh berantakan hampir tanpa melukai para penumpang secara signifikan.
Pesawat dengan nomor penerbangan 8250 itu lepas landas dari Bogota, tengah malam, membawa 121 penumpang dewasa, 4 anak-anak, dan 6 awak. Di antara para penumpang, terdapat 16 warga negara asing, yakni 6 orang Perancis, 4 orang Brasil, 4 orang AS, dan 2 warga Kosta Rika. Sebagian besar dari mereka dalam perjalanan berlibur ke San Andres, sebuah pulau wisata yang indah di perairan Karibia.
Perjalanan menuju San Andres, yang terletak sekitar 1.250 km arah barat laut dari Bogota, ditempuh dalam waktu dua jam. Para penumpang yang selamat mengatakan, penerbangan tengah malam itu sangat lancar dan mulus, bahkan saat pesawat terjebak dalam hujan badai disertai rentetan petir beberapa menit sebelum mendarat.
”Pesawat masuk (dalam proses pendaratan) dengan sempurna. Kami sudah bersiap-siap mendarat dan segalanya terkendali,” tutur Ricardo Ramirez, seorang penumpang selamat.
Namun, kecelakaan terjadi begitu tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda apa pun sebelumnya. ”Pilot mengumumkan, kami akan segera mendarat, dan langsung mengencangkan sabuk pengaman. Tiba-tiba sedetik kemudian, boom, ada ledakan besar. Saat saya dan istri berdiri dan melihat ke belakang, bagian belakang pesawat sudah hilang,” tutur Alvaro Granados (25), penumpang lain.
Mungkin tersambar petir
Spekulasi mengenai penyebab kecelakaan pun beredar. Gubernur Gallardo mengatakan, pesawat jatuh karena tersambar petir. Data dari World Wide Lightning Location Network, yang dianalisis CNN World Weather, menunjukkan, saat kecelakaan terjadi memang sedang terjadi badai petir. Sedikitnya 11 kilatan petir terekam di radius 10 km dari bandara dalam rentang waktu lima menit saat kecelakaan terjadi.
Menurut Kolonel Hector Carrascal, Direktur Pelayanan Navigasi Otoritas Penerbangan Sipil Kolombia, kondisi cuaca ekstrem itu terjadi saat pesawat hanya tinggal berjarak 80 meter dari ujung landasan. Pilot pun sempat melaporkan pesawat terkena petir sebelum jatuh. Namun, sejumlah ilmuwan sangsi petir menjadi penyebab utama kecelakaan separah itu.
Pesawat sudah dirancang untuk terhindar dari efek buruk sambaran petir. Bentuk pesawat dan konstruksinya, yang sebagian besar terdiri dari bahan logam, membuat efek listrik dari petir cenderung tersebar di sekeliling badan pesawat, alih-alih membuat kerusakan parah.
”Yang jelas, kita tidak berpikir sambaran petir semata bisa membuat kerusakan separah itu bagi pesawat,” tutur Larry Cornman, fisikawan dari National Center for Atmospheric Research di Boulder, Colorado, AS.
Dugaan lainnya adalah terjadi perubahan arah angin mendadak atau kantong udara yang terbentuk di jalur pendaratan pesawat. Dengan ketinggian pesawat saat itu (yang diduga tinggal beberapa meter dari permukaan tanah), perubahan arah angin mendadak atau kantong udara bisa membuat pesawat langsung terempas ke tanah.
Faktor kondisi pesawat juga diragukan menjadi penyebab kecelakaan karena pesawat itu terhitung masih baru (buatan tahun 2003). Menteri Transportasi Kolombia German Cardona memastikan, pesawat baru keluar dari pemeriksaan rutin delapan hari sebelumnya dan tidak ditemukan masalah serius.
Pihak Boeing langsung mengirimkan tim penyelidik ke lokasi kecelakaan untuk membantu pihak berwenang Kolombia menentukan penyebab kecelakaan.